Selasa, 05 Juli 2011

Pada bayangan kaca


Pada bayangan kaca, ku kenali perubahan. Ada keriput kecil pada wajah. Di bawah mata, dan kerut kening ini semakin terlihat. Samar memang, tapi mulai menyadari kenyataan aku sudah semakin tua. Sudah tidak lagi mampu menawar kesalahan dengan senyum sederhana.
Pada bayangan kaca ku bertanya kepada diri sendiri. Siapa aku sekarang? Sudah berapa jauh aku berjalan? Sudah berapa banyak kemenangan dan suka cita yang ku dapat?
Pada bayangan kaca,..disana semua ingatan. Pada angkuh hati dan penyesalan.
Semua seperti tercerabut keluar dari kepala dan hati. Masuk ke dalam kaca di depanku, menyajikan kenangan, masa lalu, seperti slide persentasi. Kadang terasa dramatis, seperti film korea dan akulah pemeran utamanya.
Di titik pertemuan mata pada kaca, ku hentikan nafas. Tersadar,..tentang kekecewaaan dan kekalahan. Tentang sedih yang pernah singgah, tentang harapan yang tak pernah tercapai. Pada bagian tertentu yang terasa pahit untuk dilihat. Ketika bagian semua kekalahan di himpun, betapa aku tak butuh sutradara handal untuk menatanya. Itulah kesedihan sempurna.
Apa namanya untuk kesedihan yang sedih sekali?
Seperti berdiri di sebuah acara pemakaman yang memilukan. Jam berdetak tapi waktu seperti tak mau bergeming. Matahari terbit dan tenggelam tapi mendung tak beranjak.
Dimana pergi suara?
Bila pernah ada suara kini hanya keheningan. Yang dulu utuh kini hancur. Berkeping-keping.
Aku tak tahan!

Tarikan nafas panjang, merubah tanyangan. Setika senyum getir pada bayangan kaca terlihat, slide menampilkan segala kegelisahan yang tampak semerawut dengan ambisi. Segala pertimbangan. Segala ego, logika, ambisi dan gegap tawa. Aku lah sang antagonis yang manis! Ku lihat hati kecil terpuruk sedih di pojokan ruang. Dia terkucil dan sendirian.
Kadang hati memang harus direlakan terkucil kan? Karena dia terkadang tak selalu layak di dengar dan di tempatkan terlalu tinggi untuk situasi yang menguntungkan!
Ku tau, saat itu aku hanya melakukan pembenaran. Pledoi palsu!
Tak sanggup membohongi diri!

Ku ambil sebatang rokok, membakarnya. Menghisap dalam-dalam. Penuhi paru-paru ini dengan nikotin dan tar. Seperti mengisi amunisi untuk berhadapan lagi dengan diriku yang sebenarnya.
Tak bisakah kau bekali dengan ingatan yang lebih baik?
Ku pejamkan mata. Selama mungkin. Sekedar menguatkan diri untuk siap melihat lagi.

Ketika mampu menyimpan semua luka dan kekalahan, setelah mampu memahami kekeliruan dan tulus memahami masa lalu, orang akan mampu lebih baik. Mungkin itu yang ingin ditunjukan bayangan pada kaca padaku. Raut pada kaca lebih segar dari sebelumnya. Aku yang terlihat lebih sedikit bahagia tanpa himpitan beban. Tercerabut lagi dari hati, dan kaca menampilkan tayangan baru. Tentang bagian dariku yang ternyata ada dan selalu menjadi energi positif. Ku lihat senyum ramah ibu. Tatapan bijak bapak, keceriaan para saudara dan kerabat. Sahabat yang datang berganti menepuk pundak. Kekasih hati yang mengenggam jemari. Ah, sesak hati.. pergilah menjauh!

Pada bayangan kaca ketemukan senyum yang hilang. Senyum yang akan ku bawa sebagai pengawal hari.
Kerutan pada wajah tak lagi berarti. Mereka adalah penunjuk waktu. Sudah di jam berapa aku sekarang. Tak akan ada sesal dan kecewa. Kerut ini adalah buku diary tentang seberapa banyak malam yang ku habiskan memandang bintang. Berapa banyak tawa dan kebahagian yang ku temui dalam hidup. Tidak ada yang bisa membayarnya. Takkan terbayar oleh apapun.

Pada bayangan kaca, simpan getir dan segala penghalang langkah itu tetap ada padamu. Aku tak membutuhkannya meski aku akan mengunjunginya sesekali waktu untuk mengenali diriku lagi.