Rabu, 15 Juni 2011

Hujan Panas


Aku tak tau definisinya yang benar. Secara literatur, epistemologi bahasa dan penjelasan kejadian perubahan iklim seperti pakar cuaca, tapi ku rasa semua orang di Indonesia mengenal hujan panas. Hujan yang seperti salah tempat. Hujan yang tak datang dengan seragam utuhnya; mendung gelap, udara yang dingin juga petir dan guntur yang umumnya muncul seperti adegan pembuka hujan tiba. Hujan panas datang tanpa itu semua.
Pagi ini tiba-tiba suara gemuruh benturan air hujan di atap datang membinggungkan. Itulah hal yang paling menarik dari hujan ini panas! dia datang tiba-tiba tanpa di duga! Bergerak perlahan, kemudian semakin cepat, memaksa udara menguapkan panas pada jalan dan tanah menjadi lebih sejuk. Langit tak mendung, tapi hujan ini turun deras! Basah dimana - mana. Orang – orang berlari menepi, berteduh darinya. Hiruk pikuk dalam kabut yang mulai terbentuk, mengaburkan pandang dengan benteng rintiknya. Aku melihat warna yang dingin. Sisi raut hujan yang mulai ku kenal. Dia tetaplah hujan yang tau.
Betapa aku menikmati hujan. Aku (lagi-lagi) tak tau epistemologi bahasa dan penjelasan kejadiannya, tapi ketika hujan datang mengurung dalam keterbatasan jarak dengan deras rintik hujan, aku menjadi berbeda. Hujan selalu datang membawa kenangan. Ingatan yang sudah kita simpan dalam-dalam, datang lagi mengunjungimu. Sekedar mengingatkan semua warna yang pernah ada. Segala haru biru, kemenangan, gelak tawa dan kehilangan. Kehangatan, perih hati, kepatahan juga sebuah rindu yang dalam. Seperti harmoni yang sebenarnya ada di dalam pikiran, rintik hujan mengalunkan nada yang tak terbahasakan kepada jiwa. Lagu yang selalu ada dalam hati dan hidupmu, yang hanya kau yang tau, mengalunkannya untuk jiwamu. Membiarkanmu hanyut menikmatinya. Suasana ini mengatur kenangan dan angan seperti mengarsipkan file berdasarkan abjad. Rapi sekali! Seperti sutradara mengatur scene adegan, seperti dirigent pemandu sebuah orkestra. Aku dibuainya dalam khayal!
Kadang hujan adalah seretonin yang memacu senyawa dalam darah untuk bereaksi memicu rasa eforia berlebih pada otak. Seperti ganja yang membuat tertawa, seperti extacy yang membuatmu heboh dalam gairah meski hujan hanya memicumu untuk merenung dan melamun, dia merawatmu dalam kesendirian yang khusyuk!
Hujan panas memang berbeda. Mungkin karena hadirnya yang memang prematur dan tak cukup kuat menjadi hujan yang konvensional, dia tak pernah lama. Dulu ketika kecil, di kampungku orang selalu berkata hujan panas membawa berita bahwa ada yang meninggal. Langit mengirimkan rintik hujan itu untuk mengiringi kesedihan orang yang ditinggalkan. Hujan panas adalah pertanda. Bahasa langit untuk sebuah kejadian.
Hujan panas ini juga adalah temanku. Sekental firasat, dia selalu datang di saat-saat yang tak terduga. Pada saat aku memang membutuhkan sesuatu dan hanya dia yang tau. Pada rintik terakhirnya ku titipkan lamunanku padanya. Berharap mampu berhenti menjadi lamunan.
Jadikanlah itu nyata untukku, langit!
Hujan ini berhenti. Bersama matahari siang yang semakin terang. Ah, matahari.. janganlah menggodaku dengan sinar itu. Aku tau, aku masih punya banyak waktu dan harapan bukan? Terima kasih untuk sinar itu. Sangat menyadarkan.
Untuk hujan yang seperti kasih, datanglah lagi disaat kau lihatku butuh kau lindungi. Rawat aku...”

Jumat, 10 Juni 2011

mari bersulang,kawan.."




Di catatan editor Gunung Jiwa karya Gao Xinjian, konon, ada empat jalan menuju “kesejatian”: agama, filsafat, sains dan sastra. Para pencari kesejatian sejak dulu memilih jalan setapak mereka masing - masing. Ada yang berhasil dan banyak yang tak kunjung memperoleh apa yang mereka cari.
Aku mengenali mereka. Ada disekitarku. Menyenangkan rasanya mengamati dan memelihara mereka. Ku memiliki juga beberapa teman pencari yang berbeda. Bukan lewat empat jalan ”konvensional” yang sudah berabad-abad menjadi panduan sekaligus ”arah” tujuan, tapi lewat jalan lain yang berbeda.
Satu dari temanku itu adalah si pengelana. “Tujuh milyar manusia di planet ini, dengan cara apapun, dengan pola apapun, sadar ataupun tidak, semua mencari kedamaian. Ketenangan hati, bahagia yang paling hakiki di dalam hatimu. Yang hanya kamu yang tau” ujarnya. Menjadilah bahagia, tanpa sekat. Ruang dan waktu sebenarnya tak ada. Kita lah yang ada. Konstan. Ruang dan waktu lah yang justru melengkapi. Temanku itu ada dimana – mana yang dia suka. Mencari ’sejati” diri baginya. Jiwanya lepas, tanpa sekat norma, menikmati warna dunia dan segala hiruk pikuk sebagai pelengkap diri. Jadilah dia bahagia dalam setiap langkahnya. Menikmati dunia yang terus berjalan tanpa terasa mengganggunya. Karena dia tak terlibat dengan hiruk-pikuk itu. Dia adalah penonton. Dan sangat menikmati kisah apa yang disuguhkan dunia! Kadang dia ikut menangis melihat roman, merasa tragis memandang kekerasan, berdansa dengan para hedonis di pantai kuta sambil mengisap ganja. Terakhir kali ku terima kabarnya, dia sedang bergembira mengusap seekor komodo dragon dewasa di habitat aslinya! Oh temanku terkasih, semoga predator ganas itu memiliki hati dan tak menganggapmu menu makan siang karena aku berharap kau masih menularkan kebahagianmu untuk di lain waktu.
Satu lagi temanku adalah seniman. Seniman bukan sebagai pekerjaan. Bukan hanya status di KTP dan hidup dengan segala fasilitas akomodasi publisitas ke artisan. Dia adalah seniman untuk hidupnya. Aku kadang heran melihat selebriti di tv yang hanya bisa lipsinc dan merumpi atau memerankan iklan produk di sebut seniman? Mereka bahkan tak memiliki jiwa. Tak bisa memilih antara indah dan tidak, mungkin tak bisa mengeja kata SENI! Tapi sudahlah, bukan wilayahku untuk menghujat mereka. Sudah banyak yang mewakili.
Temanku si seniman ini adalah tipikal manusia jujur. Terhadap dirinya, dan tentang segala rasa yang dia rasakan. Kamu akan tau seperti apa perasaannya saat ini ketika dia menari, bernyanyi, melukis, berpuisi, memainkan instrument, dan lain-lain. Tak ada yang lebih indah daripada membahasakan perasaan dengan jujur. Kata Soe Ho Gie; ”Apa ada yang lebih indah dari membahasakan kebenaran?”. hidup adalah kejujuran. Menikmati hidup dengan dada terbuka. Tak takut pada ketakutan. Baginya ketakutan itu tak ada kecuali ketakutan itu sendiri! Kalaupun ketakutan itu terasa, mari kita menikmati ketakutan!
Ku pernah ditunjukkan rasa getir lewat tariannya. Mengenal rindunya lewat musiknya, getir dalam goresan kuas, ragu dan kesal dalam petikan gitar. Atau kepatahan hati dalam sayatan biolanya. Kau bisa bayangkan speperti apa layaknya indah memiliki tempat dalam pengertian seni baginya?
Dia dan jiwa seni; pencariannya menuju kesejatiannya.
Beberapa teman lain adalah pencinta. Untuk waktu yang lama, mengarungi hati dalam gelombang dan riak pada satu hati yang dicintainya. Menyimpan hati itu, kadang dalam keadaan patah berkeping-keping di dalam jiwa. Mencoba membahasakan setiap detak riak itu menjadi iramanya menjalani hidup. Kita tak bisa menilai mereka terlalu berlebihan. Ku rasa tak tepat menganggap begitu. Kawan, apa definisi cinta bagimu?
Ada banyak hal..aku paham. Ketika kecil cinta itu dikenalkan seperti kasih ibu terhadap anak yang tak kunjung habis..ketika dewasa kau akan mendengar lagu-lagu band melayu indonesia yang berteriakkan cinta yang mendayu-dayu!kecengengan dalam tampang gondrong dan memakai anting. Ironis sekali!
Ketika tua, kau akan disuguhkan pada konsep cinta kepada tuhan yang tak akan lekang. Atau konsep para humanis dengan kecintaan terhadap kemanusian? Apapun itu, seberapa mampu kita mendefinisikan cinta hanya dalam kurun waktu-waktu itu? Akan lebih bijak ketika kita memaknainya dalam waktu yang lama. Selama waktu kita untuk merenung tentang banyak hal yang kita dapat, hilang dan kita ikhlaskan untuk pergi dan kenangan yang tetap tersimpan. Lalu tentang cinta itu, mari kita tanyakan pada para pencinta itu. Yang rela menukar hal yang paling berharga yang dia miliki bahkan hidupnya demi emosi terkuat itu. Seperti romeo dan juliet yang tragis, sampek-engtay, layla majnun, magdalena – steven, atau saijah dan adinda karya multatuli. Sejarah akan mencatat, akan masih ada orang sperti mereka. Kita yang akan terus menikmati kisah mereka. Mereka menjadi kekal.
Aku ingin menjadi mereka para pencari itu. Hanya saja tak mudah. Karena seperti teman-temanku, akan lebih indah menikmati jalan sendiri walau itu berarti menjadi tersesat, jatuh, bahkan hilang dan musnah tanpa menjadi apa-apa.
Setidaknya, aku bukan sebagian dari penghuni kolong langit ini yang hanya hidup untuk ”seakan-akan” hidup. Tanpa memberi kontribusi. Tak merasa berbahagia dalam hidup yang hanya sekali. Tak akan ada kompromi untuk tidak merasa bahagia. Tak ada waktu untuk menunda mencari damai. Untuk hati yang merindu rasa itu.
Temanku para pencari, ku ingin bersulang untuk pencarian kita. Mungkin kita akan bertemu di persinggungan jalanku dan jalanmu. Saling berbagi kisah tentang mencari. Saling menguatkan, meninggalkan kepedihan yang tak perlu dibawa lalu kembali berjalan ke depan. Dengan jalan kita masing-masing.

mari bersulang, kawan...dan selamat menemukan pencarianmu.

Senin, 06 Juni 2011

quando quando quando


“Tell me when will you be mine
Tell me quando quando quando
We can share a love divine
Please don't make me wait again”


" quando quando quando” adalah sebuah lagu pop Italia dari tahun 1962, dalam gaya bossa nova, dengan musik yang ditulis oleh Tony Renis. Diremix banyak sekali oleh banyak seniman, dan di tahun 2005, lewat duet Michael BublĂ© dan Nelly Furtado, mengenalkanku pada lagu ini. Dengan versi meraka berdua. Kalau saja Buble dan Furtado tahu berapa kali lagu ini ku putar, mungkin mereka akan besar kepala. Ntah berapa kali dalam sehari lagu ini ku putar. Setidaknya dalam 3 bulan terakhir ini. Bukan karena gila bossanova atau penggemar Buble dan Furtado. Tapi karena memang suka lagu ini. ketika berangkat ke kantor, list song di laptop, lagu sebelum tidur, pasti ada lagu ini. Karena perasaanku yang sedang menggilai si “quando quando quando”.
Sudahlah..ku rasa ketika kau jatuh cinta pun mungkin begitu. Harmonisasi frekwensi seperti lagu ini memang paling layak di dengarkan telinga dan hati. Menyenangkan bukan? Memanjakan hati dan harapan dengan suasana yang selalu merayu. Tersenyum di setiap saat. Mengingat dia; si kesukaanmu, dengan perlahan. Lalu mengulang lagi lagu ini dan kembali mengulang mengingatnya. Ah, kawan.. begini lah rasanya jatuh cinta! Sangat membuatku gila!
Aku paham, beberapa teman pernah berkata; jatuh cinta mempunyai saudara kembar yang selalu tak terlihat pada awalan. Si patah hati yang kejam! Dia selalu dibalik kembarannya. Menghantuimu dengan pisau lipat yang tajam. Mengincar hatimu untuk di patahkannya. Patah sepatah-patahnya!
Untuk di masa ini, aku mengambil resiko. Tak akan ku lindungi diri. Aku sudah berapa kali melihatmu..tak sengaja melihatmu mengintip-ngintip di punggung kembaranmu..Biarlah kita bertemu di lain waktu wahai patah hati. Nati lah..berikan ku dulu tenggat waktu menikmati kembaranmu..nanti, kau boleh patahkan hati. Patahkan beribu kepingpun tak mengapa. Karena aku sedang jatuh cinta! Se gila-gilanya jatuh! Se dalam-dalamnya jatuh!
Siang tadi di ruang kerja, lagu ini bergumul dengan piranti di meja kerja. Menyapa laptop, tumpukan arsip, pena dan kertas kosong. Ternyata mereka sudah begitu akrab. Sudah menjadi teman. Sesekali menggodaku bersamaan. Aku rasa, mereka seperti energi yang berbahasa. Meski bukan tanpa aksara. Mengingatkan pada rindu padanya yang tumbuh setiap hari. Seperti hari ini. Rindu itu lahir, mengenaliku sebagai pemilik dan berkata “kemana aku akan menuju?”.
Pada tumpukan buku ku sembunyikan rindu itu. Tak mampu ku simpan di hati. Dia akan tinggal terlalu lama dan aku tak yakin bisa lolos dari itu. Memikirkan dia itu seperti memainkan harmoni dan melodi secara bersama-sama. Dan bagian rindu ini adalah melodi yang paling miris! penuh nada minor yang paling rumit dimainkan tapi paling ingin dirasakan oleh hati.. tak cukup petikan gitar bahkan denting piano. Tapi sayatan biola!
...
When will you say yes to me
Tell me quando quando quando
You mean happiness to me
Oh my love please tell me when

Every moments a day
Every day seems a lifetime
Let me show you the way
To a joy beyond compare
...

Aku memang sedang menunggumu mengatakan hal seperti itu. Kepadaku. Sekali saja. Itu lah saat penentuan..apakah selamanya aku berdampingan dengan perasaan ini, atau kau mengantarkanku pada si pengintip berpisau lipat tajam di balik punggung itu. Kau tau aku sangat menginginkanmu. Kau bisa merasakan itu. Meski kau selalu tampil dalam kesederhanaan dan ketidakmengertian.
Tak apalah,puan..
Ku tau, kau sudah baik sekali. Menemaniku menikmati rasa ini, dengan tetap seperti ini. Setidaknya menunggu ku untuk siap bertemu si pematah hati itu..dan menyerah kepadanya.
Atau kau akan berkata ya kepadaku.. tell me quando, quando, quando..

I can't wait a moment more
Tell me quando quando quando
Say its me that you adore
And then darling tell me when