Senin, 29 November 2010

masih tentang bertahan hidup,sayang...


“Masih tentang bertahan hidup,sayang...” hanya aku dan dia yang biasa mengucapkan itu dengan senyum. Di hari ulangtahunnya pun, itu seperti kata lain mengucapkan selamat. Hidup di kehidupan yang lantang tanpa peredam, memang harus juga bertindak keras. Sekeras-kerasnya tinju agar bisa mengetarkan tembok. Semua memang masih tentang bertahan hidup. Lepas dari keterbatasan, ketergantungan dan berdiri tegap melangkah sendiri.
Tidak semua orang bisa seperti itu. Butuh waktu yang menempa. Butuh rencana yang baik agar tidak salah menginjak dahan dan terjatuh. Tidak ada yang ingin terjatuh kan?
Cuma kadang waktu juga tak selalu berpihak. Seperti serdadu yang kehabisan peluru, tak lagi memiliki senjata dalam peperangan, hanya berharap dengan keberuntungan. Walau kadang tetap tak beruntung.
Atau seperti juru foto dengan kamera analog yang bersaing dengan kamera-kamera digital. Begitu tertinggal dan berbatas. Sudahlah kawan, dunia memang tak selalu menyediakan medan bertempur yang adil.
Tapi setidaknya jika semua orang di planet ini adalah petarung, aku bukan petarung yang sendirian..berkali-kali kita saling memapah jika terluka. Bergandengan ketika kalut. Dan terkadang merayakan kemenangan bersama.

Aku selalu ingat detail tentangnya. Bagaimana dia tersenyum, tertawa, tarikan alis matanya disaat menemukan hal yang dia suka, murungnya di rundung masalah, pijar mata jatuh cintanya. Dia, istimewa. Secara lahiriah, secara batiniah untukku. Hanya padanya aku memanggil “sayang” tanpa canggung, bahkan lebih akrab dari pacarku.
Dia lah keluarga. Sepupuku, yang seiring berjalan waktu terbukti secara menyakinkan semakin tak tergantikan. Tumbuh bersama di kurun waktu yang tidak singkat, memiliki kecenderungan yang sama, kami dipersatukan oleh masalah, masalah dan masalah. Padanya sebagian kisah dan rahasia berada. Akan disana, bukan hanya disimpan tapi menjadi bagian untuknya. Seperti kisahnya yang melengkapi sisiku.
Seorang teman bilang aku hanya memiliki tiga hal yang menjadikan aku penting bagi mereka; setia kawan, setia kawan dan setia kawan, padanya aku hanya memiliki satu hal saja untuk menjadikan dia penting dalam hidup; aku menyayanginya sampai tulang sumsum!

Aku mengenalnya dari sana. Di kaki bukit yang sejuk, tujuanku berlibur dikala kecil hingga sekarang. Tanah leluhur kami. Di rumah desa yang nyaman, dikelilingi kolam-kolam ikan. Pemandangan asri dan sawah hanya berbatas jalan setapak kecil yang berujung ke sungai.
15 belas tahun yang lalu, kami berlari-lari di jalan setapak itu. Di kiri dan kanan adalah hijau. Sawah, kebun ketala, pohon pisang dan lumut pada bebatuan. Sesekali bergandeng tangan, aku mendengarnya mengoceh tak tentu arah membicarakan banyak hal yang juga tak tentu arah. Itu pagi hari. Di pinggir jalan berbatu itu, aliran air seperti sungai kecil untuk irigasi sawah sampai ke ujung sana. Aku ingat, kita bercanda dan aku tak sengaja mendorong nya terjatuh disana.
Aku dan dia masih kanak-kanak waktu itu. Dia gadis kecil yang cerewet. Judes dan menyebalkan! Selalu bisa meyerang balik semua ejekan untuknya. Tak mau dia mengalah! Tapi di urusan tenaga, laki-laki akan tetap mengalahkannya.
Dia marah, mengaduh sejadinya. Aku berada di antara rasa menang dan bersalah.
Tapi itu tak berlangsung lama. Ketika sampai di rumah, aku di omeli simbah putri dan dia tertawa cekikikan.
Dia perempuan kecil menyebalkan!

Ku simpan kekesalan itu sampai setelah makan malam simbah kakung memanggil kita berdua. Aku dan dia duduk di lantai. simbah kakung di kursi kesayangannya.
Kamu tahu siapa kalian ini,le?” simbah kakung bertanya.
Sepupu,mbah” jawabku.
Ya, apa arti sepupu itu?” tanya nya lagi.
Saudara,mbah” jawabku cepat.
Aku tak mau bersaudara dengannya!” dia menimpali jawabanku.
Siapa yang mau bersaudara dengan nenek sihir sepertimu, jawabku dalam hati.
Simbah kakung melihat kami berdua. Menarik nafas panjang. Dia paham perselisihan kami, cucu-cucu tertuanya. Dia tersenyum, lalu berkata “ pupu itu paha. Setiap tubuh manusia, selalu memiliki dua kaki dan bagian atas kaki itu disebut paha. Paha kiri melengkapi paha kanan, begitu juga sebaliknya. Karena sepasang paha berguna menopang tubuh untuk tegak berdiri. Dibutuhkan kaki dan paha yang kokoh agar tubuh kita mampu melangkah, berlari atau melakukan gerakan”.
“Ibaratkan tubuh adalah keluarga kita yang besar. Ada simbah kakung, simbah putri. Ada bapak dan ibumu serta seluruh keluarga kita yang lain,..paha-paha itu lah berguna memperkokoh keluarga. Kmu..sepupu-sepupu lah yang membuat keluarga besar kita ini menjadi kuat.”
“Le..kamu dan kamu, sebagai sepupu haruslah saling melindungi. Membuat paha yang satunya tetap baik-baik sehingga bisa digunakan untuk melangkah. Kita butuh dua paha untuk berlari kan?”
Simbah tersenyum.
Aku dan dia masih diam.
Di tahun-tahun berikutnya..aku dan dia mulai berkirim surat. Berbagi kabar dan cerita. Mulai ada foto dia di kamarku. Tiba-tiba tak ada lagi perselisihan. Dia sudah menjadi kesayanganku. Aku menyimpan cerita ini dalam hatiku. Akan ku wariskan keturunanku.

Di masa-masa sekarang dan nanti, ku sadar dia bukan gadis kecil lagi. Dia sudah berkali-kali lahir menjadi baru. Beranjak remaja, menikah dan menjadi ibu. Terpikir untuk berjalan pada rel masing-masing saja dengan sesekali saling memandang dari jauh. Ku pikir, aku dan dia akan baik-baik saja.
Tapi justru terasa asing!
Meski dia bisa berubah seperti apa saja dan aku bisa menjadi apa saja, dia dan aku selalu menjadi seperti dia yang ku kenal dan aku yang tak berubah untuknya. Aku masih membutuhkan kisah-kisahnya seperti aku membutuhkannya untuk menyimpan cerita-ceritaku. Kita adalah tong sampah masing-masing! Akan terasa lega dan bersih ketika membuang “sampah” berupa sesak, kegagalan, gundah, dan mimpi-mimpi absurd yang mengganggu. Lebih dari itu, aku butuh melihatnya terlihat “baik-baik” saja. Kita di ikat dengan darah. Daging yang sama. Melukainya sama saja melukaiku.

Ku rasa aku akan masih di dekatnya. Setidaknya,aku dan dia masih harus tetap jadi “pupu” yang kokoh untuk “tubuh” yang lebih besar. Aku dan dia juga akan masih harus berjalan. Membawa tubuh menuju tujuan. Jika perlu berlari!

Kita akan berlari kan,sayangku?”
Kita akan berlari-lari di jalan setapak kecil yang berbatu seperti waktu itu..tapi tanpa perselisihan. Sudah, kita sudah belajar banyak untuk saling menguatkan satu dengan lainnya.

Tapi ini memang tentang bertahan hidup,sayang...tak mengapalah. Kita akan saling menjadi kuat!

Aku ingin bilang, aku menyayangimu..mesti kau sudah tau itu.



Salaman, 11 juli 2010.
Dari pagi yang berkabut hujan tipis – malam yang ramai dengan suara jangkrik

4 komentar:

Anonim mengatakan...

sekalipun pernah mendengarnya langsung darimu tapi tetap terasa beda ketika aku membaca ini sendiri,dia beruntung punya kaO(sepupunya),dan mungkin entah dia(sepupumu) entah dia(adik perempuanmu) akan juga menangis(sepertiku)saat membaca ini sekalipun dengan perasaan yang berbeda,
ku rasa kakungmu teramat cerdas ketika harus memberi kalian itu(kalimat hebat) yang kaO simpan baik dalam ingatanmu dan kaO tuliskan kini..beliau pantas berbangga karna ini,

......seno,kanapa kaO memilih merah menjadi warnamu,kenapa harus merah?apa merah yang memilihmu??

ini aku zuma..dan kini senja

senomerah mengatakan...

hei zuma..
iya,aku pernah bercerita tentang ini kpda mu.
:)
lain kali,aku akan menulis lain.sempatkan membaca nya.berhrap kau jg suka..

aku memang merah.se merahnya merah.

Anonim mengatakan...

Tulisanmu ini aku suka,tapi keadaan yang sebenarnya aku tetap tidak mengerti...

setelah kamu bercerita,menulis dan aku melihat, tetap saja apa yang aku sampaikan padamu dulu tidak berubah

ternyata kata sayang,sangat panjang penjelasannya :)

Unknown mengatakan...

nonton online drama korea
nonton online film indonesia
nonton online film single
nonton online movie