Minggu, 13 Juni 2010

tertinggal


Menjadi tua, seperti dalam lomba lari
Walau kau sudah terengah-engah tertinggal dan sadar di ujung sana si pemenang telah lewati garis finish dengan sorakan elu-eluan, kau tetap harus berlari ke garis itu.
Kalah bukan hanya sekedar kalah.
Tapi menerima itu sebagai sunk cost. Menyadari sebuah opportunity cost yang besar

Aku memang sedang berlari.
Aku tertinggal.
Rasanya seperti berat. Tapi bukan beban
Berat ini seperti gabungan semua rasa yang dirasakan lidah meskipun teman ku riri bilang, lidah hanya bisa merasakan manis, pahit, asin dan asam. Sisanya adalah sensasi.
Sepakat dengan sensasi; itu adalah tambahan seperti elegi sesak yang terakumulasi lewat ejekan yang ku dengar, aroma suram yang ku cium, getir yang terkecap, silau yang menantang. Kadang juga seperti dingin pada tulang; gemetar menggigil.

Menjadi tua, juga seperti terhalang dinding ketika ingin menyentuhnya. ketika tak bisa menyentuhnya, Seperti kata kuntz; akhirnya aku mengingat sebagai sesuatu bukan seseorang.

Keterbatasan. Itulah dia.
Menjadi tua, seperti merasa sakit, harus menelan obat yang pahit. Lekat terasa di lidahmu.
Dan besok, harus lagi menelannya. Pahit itu lagi.

Vicka ku, orang yang bisa menikmati kenyamanan lewat hal kecil yang dia suka. Berguman, musik di telinga nya dan teh hangat di mejanya. Itu cukup membuatnya larut dlm nyaman.
Dia tak trasa tua dan tertinggal.

Aku didekatnya. Berharap tertular rasa itu, eksternalitas untuk ku
Di detik terakhir aku sadar, dia tidak merasa nyaman hanya dengan itu. Dia menikmati segugusan rasa mapan yang selimuti nya dengan mesra. Dan aku tidak!
Aku berselimuti gundah dan perasaan tertinggal.
...tertinggal, menjadi tua dalam ketidaknyamanan.

Tidak ada komentar: