Jumat, 24 Desember 2010

pelajaran tentang komitmen : review up in the air



Seberapa berat kalian berjalan?
..bayangkan kalian membawa ta ransel..aku ingin kalian merasakan nya..berjalan, membawa tas ransel di pundak kalian masing-masing.
Sudah kalian rasakan..?

Aku ingin kalian memasukkan tas itu dengan barang-barang pribadi dalam hidup kalian.
Keperluan kalian sehari-hari..rasakan berat nya.
Tambahkan lagi dengan barang-barang berat lainnya.
Tas mu akan semakin berat dan mulai menjadi besar.

Masukan lagi dengan sisa barang kalian yang kalian punya.
Mobil, rumah, studio dll..kalo bisa masukkan semuanya.

Sekarang cobalah berjalan

Sulit bukan?

Itulah yang kita lakukan setiap hari.
Kita selalu melakukannya sampai kita lelah
Dan jangan lakukan!
Kita berusaha menyiapkan semua, segala sesuatu di dalam hidup, agar tidak terjadi kesalahan..tanpa kita sadari, itu lah yang menjadikan nya berat.
Itu lah cara hidup kalian selama ini.

Sekarang coba buang barang-barang yang tidak ingin ada di dalam tas ransel itu.
Barang apa yang kalian ingin tetap tinggal disana?
Foto?
Foto hanya untuk orang yang tak mampu mengingat dan hanya membebani nya dengan ingatan!

Biarkan semua nya terbakar dan bayangkan besok kalian tanpa apapun.
Melegakan bukan?

Ryan Bingham ; Up in the Air



saya menonton film ini lebih dari 5 kali,bukan karena pengemar goerge clooney (meski filmnya selalu menjadi referensi) tapi karena betapa ringannya "fell" film ini dipahami, dekat dengan pertimbangan banyak orang. "the story a man ready to make conection". simpel kan? seberapa siap sebenarnya kita mengambil keputusan untuk terikat dalam sebuah hubungan yang ber "komitmen"? di setiap celah, simpangan jalan yang kita hadapi?
setiap dari kita, punya pemahaman sendiri tentang nilai yang dia pahami dari sebuah hubungan antar manusia. di dalam pandangan ryan bingham, tidak ada hubungan timbal balik yang setimpal di dalam hubungan itu. hubungan pribadi seperti ryan, dengan pencapaian individu dengan koorperasi, institusi yang menyediakannya fasilitas dalam hidup lebih kongkret dari pada hubungan dengan antar manusia. absurd?
mungkin.tapi coba sadari, bagaimana komitmen kita muncul? apakah berdasarkan kejujuran, kesetiaan? apa itu kejujuran dan kesetiaan?
komitmen pada pekerjaan, lebih efisien dan terasa menjadi sebuah keharusan. seorang pekerja di jakarta rela bangun di setengah 5 pagi,bersiap pergi ke kantor, pulang ke rumah di jam 9 malam yang dimaknai sebagai sebuah keharusan. orang berusaha melakukan yang terbaik untuk pencapaian dalam pekerjaan nya,menberi yang terbaik dari yang dia punya demi status sosial mereka dan ketika mobilitas dalam pekerjaan ini menjadi lebih efisien, dan keuntungan yang dia dapat semakin besar, komitmen ini akan semakin bernilai tinggi. kita sudah mencintai pencapaian pribadi ini melebihi makna dari komitmen itu sendiri. komitmen telah berubah bentuk dan makna.
menjadi mesin dalam dunia yang sudah terlanjur dimaknai dalam paham yang materialis dan konsumeristik, adalah wajar untuk bergerak secara cepat, efisien dan efektif.apa perlu menggunakan hati? hati hanya mebebani. masa lalu hanya menjadikan gerak ini menjadi berat.filosofi ryan, menjadi realistis kan?
membawa hati dan masa lalu,romantisme, hanya akan membawa kita pada resiko yang tidak bisa kita prediksi. siapa yang tau dia akan patah hati dan berdarah-darah? kebanyakan dari kita mungkin menyukai tantangan, pandai bermanuver untuk hidupnya tapi sifat dasar manusia adalah menghindari resiko. tidak suka akan kejutan buruk.
mungkin komitmen terhadap pencapaian yang kuantitatif ini adalah semu tapi tidakkah kita melakukannya dan rela berselimutkan itu?

Tidak ada komentar: