Rabu, 10 Agustus 2016

Kisah cinta Mang Maing



Mang Maing memang sudah tak lagi muda. Usianya sekitar empat puluhan tahun. Untuk ukuran orang melayu, dia tergolong bujang lapuk. Hidup sebatang kara. Orangtuanya sudah lama tiada. Tak memiliki sanak saudara. Kabarnya, keluarga besarnya banyak merantau ke negeri seberang. Makhluk-makhluk ajaib yang betah mengisi kesehariannya seperti keluarga tak lain adalah anggota SBK. Mereka yang kerap berkumpul dibawah batang ketapang rindang di halaman rumah Mang Maing. Berdialektika bersama dengan berkesenian, mengungkapkan ide, gagasan dan perdebatan tentang kehidupan dan lingkungan sekitar mereka dengan merdeka. Meski  ide dan gagasan mereka lebih banyak absurd. Demokrasi gaya masyarakat melayu pesisir. Biarkan saja lah. Yang penting mereka bahagia.

Tentang kesendirian Mang Maing adalah misteri bagi para SBK dan pilihan hidup membujangnya sempat menjadi perbincangan hangat. Tak pernah sedikit pun kisah cinta Mang Maing terucap dari bibirnya. Terkesan sangat tertutup. Top secret! Samilun menduga Mang Mang mengalami kepatahan hati yang akut. Tak mau lagi kenal dengan namanya wanita.
Lain lagi dengan Udin. Sebagai pengikut setianya Mang Mang, Udin berteori bahwa Mang Maing memang memilih hidup tidak menikah dikarenakan konsekwensi ilmu kanuragan yang dia miliki. Untuk menjaga kemampuannya tetap sakti, Mang Maing dengan sadar dan berbesar hati menolak kisah percintaan sebagai bagian dari jalan hidupnya. Menurut Udin apa susahnya bagi Mang Maing menarik perhatian wanita. Sebagai orang sakti, tak sulit mengerahkan ilmu peletnya memikat wanita. Tetapi demi keluhuran ilmu tersebut, Mang Maing menolak dan memilih “berpuasa” selama hidupnya menyentuh wanita. Betapa sialnya Udin. Begitu terpesonanya dia dengan Mang Maing karena bagi sebagian besar anggota SBK, alasan Mang Maing membujang tak lain karena alasan klasik: tak laku-laku alias tak ada gadis di tanah melayu ini yang menerima pinangannya.
Tetapi temuan Japri akan selembar foto usang diantara tumpukan buku bekas Mang Maing merubah arah dugaan para anggota SBK. di dalam foto itu terlihat Mang Maing dengan seorang perempuan muda yang cantik. Terlihat bahagia. Sang gadis muda yang tersenyum ramah, dan pemuda yang tetap terlihat kampungan dan urakan cengegesan disampingnya. Jauh dari gambaran romeo dan juliet. Lebih jangan dibayangkan. Tak akan mirip sama sekali.

Krasak-krusuk anggota SBK gara-gara foto itu.  Bak gadis melayu yang sedang bergosip mereka disibukkan dengan dugaan kisah cinta Mang Maing dengan gadis itu. Sekedar informasi tambahan, mereka semua ingat bahwa Mang Maing ketika muda sempat merantau ke Jakarta sekitar 5 tahun. Mungkin inilah masa emas Mang Maing kala itu. Puncak masa mudanya yang gemilang. Sukses di Jakarta, menikah dengan wanita idamannya dan hidup bahagia di Jakarta. Lalu apa alasan masa itu berakhir?
Ditugaskan lah Japri mencari informasi lebih dalam. Menemukan bukti tertulis, tidak tertulis, tersirat yang kuat untuk melengkapi bukti foto itu. Mendesak Mang Maing menceritakannya jelas mustahil.
Japri memang berbakat menjadi intel. Meski hanya intel melayu kampung. Dicarinya informasi seluasnya-luasnya dari orang di kampung bagaimana kisah Mang Maing ketika muda, pada saat merantau ke Jakarta. Mulai dari Mak Ijah pemilik toko sembako tempat Mang Maing biasa berhutang, Tok Saudi yang dahulu mengenal keluarga besar Mang Maing, hingga Jakfar preman pasar yang dulunya adalah teman kecil Mang Maing belajar berenang di sungai. Dari hasil investagasi itu Japri hanya mendapati beberapa fakta baru. Cerita dari Tok Saudi, ketika merantau di Jakarta Mang Maing bekerja di bengkel motor milik seorang tauke cina betawi sebelum akhirnya memutuskan pulang kampung karena sakit Tipes. Sisanya hanya kisah-kisah yang tidak memiliki keterkaitan kuat dengan foto tersebut.

Pada satu malam cerah di bawah Batang Ketapang halaman rumah Mang Maing Japri duduk bersama si tuan rumah bersantai ditemani kopi hangat. Menunggu anggota lain berkumpul sekedar ngobrol tak tentu arah menghabiskan malam seperti biasanya.  Terdengar suara kodok yang bersahut-sahut seperti memanggil hujan. Terbesit ide Japri mengali informasi tentang foto itu dari Mang Maing. “Alangkah berisik kodok-kodok itu, Mang. Sibuk kali mereka. Sudah masuk musim kawin mungkin ya. Kodok pun punya keinginan berpasangan. Apalagi manusia. Bagaimana denganmu, Mang.. tak pernahkah terpikir hidup berpasangan? Tak enak lah hidup sendirian”.
Mang Maing tak langsung menjawab. Ekspresinya seperti merenung. Mungkin teringat akan masa lalunya. Japri menunggu jawaban dengan berdebar. Akankah Mang Maing bersedia mengungkap kisah dari foto itu.
Setelah 5 menit dalam diam yang menyiksa Japri, Mang Maing mulai berbicara “Jodoh ada ditangan Tuhan, Japri. Kodrat manusia itu memang berpasang-pasangan. Tentang hidupku itu pun adalah garis ketetapan tuhan. Kita hanya bisa berserah kepada-Nya.”
“Ahh, hidup memang tak selalu bisa di tebak. Aku sudah berserah kepada Tuhan, namun tak seluruhnya mampu reda. Rupanya semudah itu, Japri. Tak semua hal bisa kembali seperti semula. Sebagian hal tinggal dan menjadi bekas  seperti luka yang mengangga. Gampang sekali perih jika tersentuh. Mengerti kau, maksudku Japri? Ada hal dari pengalaman hidupku yang lebih baik tak usah disentuh kembali. Itu sama saja menganggu kesadaran setengah jiwaku.” Mang Maing bicara sambil menatap bulan yang remang-remang. Ada kalimat yang tak bisa dia teruskan. Seperti tersimpan di kerongkongan. Seperti akan mengisahkan sebuah kesedihan panjang.

Japri tersedak. Wajah Mang Maing begitu teduh. Namun tak lantas mampu menghapus jejak akan perjalanan hidupnya yang ternyata cukup berliku, menguras kepedihan dan penderitaan. Di tengah sinar bulan yang menembus daun ketapang menerpa wajah Mang Maing terlihat ekspresi yang sedih. Tak pernah terlihati sebelumnya oleh Japri selain waktu Mang Maing sakit gigi hingga gusinya bengkak selama satu minggu. Tapi sedih ini lebih sedih dari derita sakit gigi. Pahamlah Japri dengan lagu dangdut yang sering dinyanyikan Bang Ujang di warung kopi. Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati.
Japri merasa menyesal menemukan foto usang itu. Berniat dalam hati esok hari mengumpulkan anggota SBK untuk menghentikan investigasi foto misterius. Lebih layak hal ini dikubur sebagai bagian dari kisah cinta Mang Maing yang akan tetap misterius. Menempatkannya di relung hati Mang Maing secara abadi, tak terganggu siapapun daripada hanya untuk memuaskan dahaga keingintahuan anggota SBK.  Bisa-bisa mereka hanya membuka kotak Pandora. Menemukan informasi yang memuaskan, tetapi menghadirkan kembali kenangan buruk Mang Maing. Japri dan anggota SBK lainnya pasti lebih memilih tetap penasaran daripada meladeni Mang Maing yang menjadi setengah gila. Itu pasti.
                                                                       ..........

Tidak ada komentar: