Selasa, 09 Agustus 2016

Mang Maing dan Panglima Angin



Malam itu Mang Maing mengundang semua anggota SBK (seniman Batang Ketapang) berkumpul di warung kopi Bang Ujang. Undangan yang agak janggal, sebab ditulis dengan pokok judul “sangat penting, rahasia dan mendesak”, serta catatan dibawahnya; “kopi dan panganan ditanggung gratis ”. Jelaslah sudah. Mengingat tabiat Mang Maing yang sudah dikenal para khalayak ramai, artinya nanti malam akan ada khotbah atau temuan teori dan gagasan baru khas intelektualitas bujang lapuk melayu pesisir ini.

“Saudara sekalian, dengan ini saya sampaikan sebuah informasi penting! Hasil dari penelitian yang saya rahasiakan selama ini akan membuahkan hasil dan akan menjadi sebuah penemuan besar! Saya yakin banyak pihak akan terkejut. Kalian adalah orang pertama yang akan menerima kabar ini. Setelah ini biasakan diri kalian kalau ada wartawan, para peneliti dari luar negeri yang mencoba mengali kabar ini lebih dalam. Tapi tenang dulu. Santai,. santai... tarik nafas, dan teguk dulu kopinya ya. Jangan terlalu tegang..”. Sebenarnya Mang Maing yang butuh kopi. Dia membuka obrolan dengan semangat, cepat tanpa jeda sudah seharusnya mengatur nafas. Anggota SBK yang solider dengan hikmat menyimaknya.
Udin yang dikenal sebagai pengikut setia alam pikir serta gagasannya Mang Maing langsung menghirup kopi. Duduk disamping Mang Maing seperti pengawal. Samilun, melirik ke arah tumpukan berkas yang dibawa Mang Maing. “itu hasil penelitianmu, Mang? Wah, tebal sekali”. Sampaikan dengan ringkas saja lah, bisa sampai pagi nanti kita disini, Mang”.

“Baiklah.. ku sampaikan ringkasannya saja dahulu. Dengarkan.” Mang Maing menatap semua dengan serius. “Aku telah mengurutkan pohon silsilah leluhur pendiri kota kita ini. Juga sudah melakukan pengumpulan berkas yang cukup handal terkait dengan sejarah kita sampai ke negeri seberang. Berkas inilah buktinya. Singkat kata, ternyata banyak tokoh-tokoh penting yang terlibat dalam membangun kota kita ini. Ada yang berasal dari negeri seberang, ada juga yang berasal dari pulau ini. Asli penduduk lokal pulau ini.”
“Kalau itu kita semua juga sudah mendengarnya dari dahulu, Mang! Apa yang penemuan besar?” Samilun protes dengan kening berkerut.
“Sabar dulu, lun.. kau belum mendengarkan inti dari penelitianku. Kalian pernah dengar  nama orang dengan julukan Panglima angin[1]? Itu ternyata bukan hanya legenda! Orang itu ternyata benar-benar ada! beliau asli penduduk pulau ini, dari kampung kita. Dia orang sakti mandraguna. Sangat sakti!.. dan cerita punya cerita aku ini masih keturunannya!”. Mang Maing menarik nafas panjang sejenak. Samilun tersedak, Udin melotot menatap Mang Maing, yang lain berhenti menghirup kopi.

“Aku bahkan melakukan pendekatan metafisika untuk penelitian ini. Metode pemanggilan roh. Aku sudah menerima wangsit dari Panglima Angin..dia hanya mau berkomunikasi dengan yang masih memiliki keterkaitan secara genetik”. Mang Maing berbicara seperti berbisik. Tiba-tiba suasana menjadi hening. Semua fokus kepada ucapan-ucapan yang keluar dari mulut Mang Maing. “informasi yang ku terima dari Panglima Angin, bahwa pulau kita ini dahulunya adalah pusat peradaban Atlantis yang terkenal! Dahulu kala semua orang di pulau ini memiliki kesaktian yang sama. Karena peradaban Atlantis itu sangat tinggi! Orang-orang dahulu sudah bisa menciptakan piring terbang, kapal selam canggih bahkan sistem telekomunikasi virtual tingkat tinggi! namun terjadi konflik politik dan sosial dan gempa bumi dashyat yang mengakibatkan peradaban itu menghilang!”.
“Panglima Angin menyampaikan padaku bahwa teknologi peradaban kuno yang hebat itu masih tersimpan di pulau ini. kunci untuk membuka tabir peradaban tinggi itu dipegang oleh satu orang setiap generasi. Dijaga secara rahasia secara turun menurun. Panglima Angin adalah salah satu penjaganya. Itu sebabnya dia memiliki kesaktian yang tinggi! Itu adalah bagian dari ilmu teknologi peradaban agung itu! Panglima Angin adalah penjaga kunci terakhir. Hanya dia yang mengetahui dan ditugaskan menjaga rahasia itu. Di akhir hayatnya, kunci rahasia itu disembunyikan di suatu tempat di pulau ini. Pencarian informasi yang ku lakukan merucut kepada satu tempat yakni Bukit Menumbing[2].  Tak salah anggapan orang yang menyebut bukti itu angker. Di salah satu gua yang tersembunyi disana terdapat tempat rahasia yang dapat mengungkap keberadaan dari peradaban yang hilang itu”.
“Mang Maing bertemu dengan roh Panglima Angin...?” Udin menatap takjub ke arah Mang Maing. “Hanya turunan asli yang bisa bertemu? Hebat sekali!”. Untuk Udin yang memang mengidolakannya, sudah tentu Mang Maing malam itu tampil bak superhero di mata Udin.
“Aku rasa itulah sebabnya Belanda membangun kastil di atas bukit itu dan mengapa Bung Karno juga memilih tempat diasingkan disana. Rupanya itu hal yang tersebunyi di tempat itu.” Samilun memejamkan mata seperti sedang menerawang. Yang lain terpekur, menunggu lanjutan kisah dari Mang Maing.
“Tepat sekali,lun” Bung Karno itu orang hebat yang memiliki banyak kemampuan. Salah satunya menerima aura alam tentang keajaibannya. Bung Karno mungkin sudah mengetahui bahwa disana ada aura magis yang kuat!” Mang Maing menimpali ucapan Samilun. “bahkan Inggris, Belanda dan Jepang pun sebenarnya ingin menguasai tanah ini karena maksud mencari kunci dari peradaban yang hilang itu. Timah dan Lada Putih hanya kedoknya saja”

“Sebentar dulu, mang..”. Japri, anggota paling muda di SBK yang berprofesi sebagai tukang sablon mencoba berkomentar. “ Apakah Mang Maing sudah menemukan kunci pembuka peradaban sakti itu? Sudah ketemu gua rahasia itu? Wah itu memang penemuan hebat abad ini!”
Mang Maing kemudian cengegesan. Kebiasaannya jika sedang merasa senang dan gembira. Kemudian dia merogoh sesuatu di dalam tasnya. Kemudian diletakkanya benda tersebut dengan perlahan diatas meja seperti barang keramat. Semua menahan nafas dalam diam dan rasa  penasaran. Suasana menjadi senyap.
Sebuah benda mirip seperti gelang berbahan tembaga dengan ukiran sederhana dan secarik kain tua tergeletak di atas meja. Semua mata menatap ke arah benda itu diiringi suara Mang Maing dengan volume kecil seperti berbisik. “ ku temukan benda ini di sebuah gua kecil di lereng bukit Menumbing. Dalam wangsit hasil komunikasi dengan Panglima Angin, benda ini lah yang akan mengantarkan aku menemukan pintu ruang rahasia dimana peradaban sakti itu disembunyikan selama ini. Di kain tua itu tertulis apa saja yang harus dilakukan untuk melengkapi penemuan ini. Tak banyak syaratnya. Hanya 2 ekor ayam kampung dan beberapa bumbu dapur”. Bicara Mang Maing seperti dukun sakti.  “Kalian harus saksikan, purnama tinggal seminggu. Disaat itu penemuan ini akan ku ungkap. Untuk sementara, tolong rahasiakan dulu perihal ini. Minggu depan kita bergerak”. Mang Maing tajam menatap semua anggota perkumpulannya bak panglima perang merumuskan strategi perang yang mumpuni. Serentak semua mengangguk mantap. Bahkan Udin langsung berdiri, mengambil sikap hormat bendera ke arah Mang Maing. Malam yang menegangkan bagi anggota SBK. Malam itu semua pulang dengan hati berdebar. Tak sabar menunggu hari yang dijanjikan Mang Maing.

Esok harinya, warga kota dihebohkan dengan berita razia petugas penjaga hutan di bukit Menumbing. Razia dimaksud untuk menangkap penambang timah ilegal di sekitar kaki bukit. Petugas mendapati para penambang ilegal lari dan bersembunyi di gua-gua yang sengaja mereka buat untuk menghindar dan menyimpan peralatan mereka dari pantauan para aparat penjaga hutan. Sudah banyak gua yang mereka buat di lereng-lereng bukit itu. Di gua itu bahkan sudah dilengkapi dengan dapur sederhana untuk mereka tinggal beberapa waktu disana. Kemiskinan memang memunculkan semangat, inisiatif dan kecenderungan yang tidak biasa. Termasuk rela tinggal dihutan belantara dengan resiko digigit ular cobra dan nyamuk hutan yang sadis.

Sudah lebih dari seminggu Mang Maing tak kelihatan batang hidungnya. Sepanjang itu pula Salimun, Udin, Japri dan Bang Ujang pemilik warung kopi menunggunya dengan gemas. Mereka sudah kadung kesal mengetahui bahwa barang keramat temuan Mang Maing yang lalu tak lain hanya barang bekas peninggalan penambang timah ilegal di Bukit Menumbing. Bahkan mereka sudah berikhtiar menjadikan Mang Maing tumbal, seserahan bagi penunggu Bukit Menumbing kala purnama bulan ini.
....



[1]  Panglima Angin adalah legenda di pesisir pulau Bangka. Seorang pendekar sakti yang terkenal hingga negeri seberang.
[2] Salah satu bukit di Pulau Bangka dengan ketinggian 455 DPL. Terdapat bangunan kastil yang dibangun Belanda di tahun 1928 yang kemudian menjadi tempat pengasingan pemimpin Republik Indonesia pada waktu agresi militer II Belanda di Indonesia.

Tidak ada komentar: