Senin, 29 Agustus 2011

Limitless


Sejak konsep superhero muncul sebagai manusia super yang memiliki kekuatan, kelebihan dari kemampuan manusia biasa, betapa sebenarnya aku terjebak dalam pengiringan opini pembentukan karakter yang terlanjur disepakati pikiran di dalam otak.
Jadilah aku konsumen komik, dari spiderman sampai si buta dari goa hantu, dari hanoman sampai hulk. Kebanyakan si superhero ini muncul sebagai manusia pilihan dari komunitasnya menjadi antitesa bagi solusi kesalahan system. Dalam bahasa sederhana; pembela kebenaran. Si penghukum bagi yang jahat.
Apapun itu, disetiap perkembangan peradaban, superhero muncul sebagai imaji manusia untuk memperbaiki kondisi dengan kelebihan-kelebihan diatas keterbatasan si pencipta superhero itu sendiri.

1 hal yang menarik dan jadi pemikiran saya saat ini. Di keseimbangan baru abad ini, ketika individualisme dan kebebasan berekspresi menjadi pembenaran global, apakah masih dibutuhkan pembela kebenaran? Ini meragukan.
Dalam kacamata pesimis saya, ciri superhero pun bergeser ke arah bagaimana kelebihan-kelebihan super yang dimiliki seseorang itu bisa di miliki atau di tranfer kepada manusia biasa. Lalu ketika si manusia ini menjadi super, dia bisa dan berhak bertindak super untuk kepentingan pribadinya, atas pertimbangan pribadi. Ke superhero-an, sudah menjadi menjadi produk.

Tengoklah film spektakuler”Limitless” rilis februari 2011 td, di sutradarai Neil Burger yang diperankan Brandley Cooper dan Robert De Niro. Spektakuler bagi saya karena begitu cerdas menyajikan keinginan semua orang untuk menjadi super dari orang lain dengan alasan dan cara yang lebih masuk akal. Bukan karena digigit mutant, ditranfer tenaga super oleh alien, atau cara-cara konvensional lain, tapi dengan mengkonsumsi NZT; obat hasil percobaan penambah daya ingat dan re-aktive daya kerja otak!
Kalau Einstein saja, manusia dengan IQ tertinggi dalam sejarah planet ini yang sudah memaksimalkan kerja otaknya sebesar 20 %, menciptakan bom atom dan dipakai untuk meratakan nagasaki dan hirosima di tahun 1945, bagaimana jika dia bisa memaksimalkannya menjadi 100 %?! Mungkin dia akan merancang jembatan menuju bulan atau planet ini sudah di klonning menjadi 10 olehnya!

Dalam film Limitless; seorang penulis yang kering ide, miskin kreativitas, tak mampu menulis 1 paragraf yang tepat dalam waktu berbulan-bulan, mampu menjadi jenius dan menapak karir menjadi senator amerika hanya dalam hitungan bulan! Bagaimana reaksi dari obat itu bisa menstimulus daya kerja otak, mengkombinasikan ingatan paling lapuk sekali dalam otak, mengolahnya, menjadi data potensial, menyajikannya sebagai bahan pertimbangan-pertimbangan sehingga menjadi dasar pengambilan keputusan efektif dalam pilihan-pilihan hidup dalam hitungan waktu yang sekejap!

Ingat kawan.. alam dunia yang kita diami saat ini, tak butuh otot kawat tulang besi seperti gatotkaca, tak butuh bisa terbang seperti superman,.. tapi kita butuh berpikir cerdas, tepat, cepat dalam menghadapi pilihan-pilihan hidup. Kecermatan dalam bertindak, ketepatan mengambil keputusan adalah senjata utama dalam perang yang nyata! Kita hanya tak mengunakan baju perang dan membawa senjata..tapi mengantinya dengan berdasi dan mesin kalkulasi keuntungan.
Kecepatan analisa, menjadi kelebihan paling jenius abad ini yang menentukan manusia tersebut akan menjadi apa dan sekaligus berkorelasi dengan bagaimana dia akan menerima kompensasi yang diterimanya. Secara ekonomi dan sosial. Kecerdasan yang kawin dengan ambisi.. dengan kelebihan itu, sepuluh orang macam bima tapi tak jenius, tak akan menang melawan satu orang sengkuni yang briliant!

Permasalahnya hanya 1. kita tak lagi bisa menempatkan diri pada nilai luhur ”pembela kebenaran”. Meski Pramoedya ananta toer pernah bilang : ”seorang terpelajar, harus adil sejak dalam pikirannya!” jujur saja, itu mulai terasa konyol! Di kehidupan ini yang bagaikan perang, kelebihan ini adalah senjata untuk manusia lain. Guna dari senjata ini adalah untuk bertahan hidup dengan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain untuk tetap melampaui mereka; mengambil keuntungan dari mereka.
Hidup adalah berjuang menjadi pemenang! Karena kita hidup dengan keinginan-keinginan yang telah menjadi nadi. Akan terus ada dan kita akan terus melahap semua keinginan itu sampai sepuas-puasnya waktu kita. Biarlah Budha dengan teorinya ”keinginan adalah candu yang menyiksa” shock melihat kita. Ambisi adalah seretonin didalam darah. Justru itu yang butuhkan untuk hidup yang terasa menyenangkan.. Gairah!Egosentris lah jawabnya. solusi sekaligus antitesa dari kekonyolan segala prinsip konvensional itu. siapa yang tak ingin menjadi pusat? ku rasa, hampir 7 milyar orang di planet ini menuju kesana..

Aku tak mau ketinggalan. Aku sedang berpikir, ada baiknya ku menghubungi temanku seorang apoteker untuk meracik ramuan seperti itu untukku..karena menunggu kimia farma apalagi dalam bentuk obat generik bisa beredar di pasaran dalam waktu dekat ini jelas percuma!


(Catatan di malam larut di bulan puasa 2011. Efek terlalu banyak nonton film dan keracunan obat batuk!)

Tidak ada komentar: